SULTAN-SULTAN DI BANTEN
1. Maulana Hasanudin, Sultan Banten
I (1552-1570 M)
Namanya adalah Pangeran Sebakingking, beliau adalah putera dari Sunan
Gunung Jati dari pernikahannya dengan Nhay kawunganten. Sultan Hasanudin
berkuasa di kesultanan Banten selama 18 tahun (1552-1570). Banyak kemajuan
yang dialami Banten pada masa kepemimpinan Sultan Hasanudin. Daerah
kekuasaan pun meliputi seluruh daerah Banten, Jayakarta, Kerawang, Lampung
dan Bengkulu. Seluruh kota dibentengi dengan benteng yang kuat, yang
dilengkapi meriam di setiap sudutnya. Para pedagang dari Arab, Persi,
Gujarat, Birma, Cina dan negara-negara lainnya datang ke Banten untuk
melakukan transaksi jual beli.
Pada saat itu di Banten terdapat tiga buah pasar yang ramai. Yang pertama
terletak disebelah timur kota (Karangantu), disana banyak pedagang asing
dari Portugis, Arab, Turki, India, Pegu (Birma), Melayu, Benggala, Gujarat,
Malabar, Abesinia dan pedagang dari Nusantara. Mereka berdagang sampai
pukul sembilan pagi. Pasar kedua terletak di alun-alun kota dekat masjid
agung. Pasar ini dibuka sampai tengah hari bahkan hingga sore hari. Di
pasar ini diperdagangkan merica, buah-buahan, senjata, tombak, pisau,
meriam kecil, kayu cendana, tekstil, kain, hewan peliharaan, hewan ternak,
dan pedagang Cina menjual benag sulam, sutera, damas, beludru, satin,
perhiasan emas dan porselen. Pasar ketiga berada di daerah Pecinan, yang
dibuka hingga sampai malam hari.
Disamping itu Banten pun menjadi pusat penyebaran Agama Islam, sehingga
tumbuhlah beberapa perguruan Islam di daerah Banten, seperti di Kasunyatani
di tempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari Masjid
Agung Banten. Disini pula tempat tinggal dan mengajar Kyai Dukuh yang
bergelar Pangeran Kasunyatan (Guru dari Pangeran Yusuf). Disamping
membangun Masjid Agung, Maulana Hasanudin juga memperbaiki masjid di
Pecinan dan Karangantu.
Dari pernikahannya dengan puteri Sultan Trenggano yang bernama Pangeran
Ratu atau Ratu Ayu Kirana (Pada Tahun 1526), Sultan Hasanudin memiliki
putera/i sebagai berikut : Ratu Pembayun (menikah dengan Ratu Bagus Angke
putera dari ki mas Wisesa Adimarta, yang selanjutnya mereka menetap di
Jayakarta), Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran
Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran
Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah. Sedang dari istri yang lainnya,
Sultan Hasanudi memiliki putera/i sebagi berikut : Pangeran Wahas, Pangeran
Lor, Ratu Rara, Ratu Keben, Ratu Terpenter, Ratu Wetan dan Ratu Biru.
Sultan Hasanudin wafat pada tahun 1570, dan beliau dimakamkan di samping
Masjid Agung Banten. Kemudian sebagai Sultan Banten II di angkat puteranya
yang bernama Pangeran Yusuf.
2. Maulana Yusuf, Sultan Banten II (1570-1580 M)
Beliau adalah Putera dari Sultan Hasanudin dari pernikahanannya dengan Ratu
Ayu Kirana. Seperti juga ayahnya Maulana Yusuf ingin memajukan Banten. Tapi
pada masa Maulana Yusuf disamping pendidikan agama, juga lebih ditekankan
pada bidang pembangunan kota, keamananan dan pertanian.
Pada masanya pulalah Ibukota Pajajaran (Pakuan) dapat ditaklukan oleh
banten. Para ponggawa kerajaan Pajajaran lalu diislamkan dan masing-masing
memegang jabatannya seperti semula. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf,
perdagangan di Banten semakin maju. bahkan bisa dikatakan bahwa pada saat
itu Banten bagaikan kota penimbunan barang-barang dari penjuru dunia yang
nantinya disebrakan ke kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Sehingga
banten menjadi begitu ramai dikunjungi, baik dari luar maupun oleh para
penduduk nusantara. Sehingga pada masa pemerintahan Maulana Yusuf pulalah
dibuatnya peraturan penempatan penduduk berdasarkan keahliannya dan asal
daerahnya.
Perkampungan untuk orang asing biasanya ditempatkan diluar tembok kota.
seperti Kampung Pakojan terletak disebelah barat pasar Karangantu, untuk
para pedagang dari Timur Tengah, Pecinan terletak disebalh barat Masjid
Agung, untuk para pedagang dari Cina.Kampung Panjunan (Untuk para Tukang
Belanga, gerabah, periuk dsb), Kampung Kepandean (Untuk tukang Pandai
besi), Kampung Pangukiran (Untuk Tukang Ukir), Kampung Pagongan (Untuk
tukang gong), Kampung Sukadiri (Untuk para pembuat senjata). Demikian pula
untuk golongan sosial tertentu, misalkan Kademangan (untuk para demang),
Kefakihan (Untuk para ahli Fiqih), Kesatrian (Untuk para Satria, perwira,
Senopatai dan prajurit istana).
Pengelempokan pemukiman ini selain dimaksudkan untuk kerapihan dan
keserasian kota, tapi lebih penting untuk keamanan kota. Tembok kota pun
diperkuat dengan membuat parit-parit disekelilingnya, dalam babad banten
disebutkan Gawe Kuta bulawarti bata kalawan kawis Perbaikan Masjid Agung
Pun dikerjakannya, dan sebagai kelengkapan dibangun sebuah menara dengan
bantuan Cek Ban Cut arsitek muslim asal Mongolia
Disamping mengembangkan pertanian yang sudah ada,sultanpun mendorong
rakyatnya untuk membuka daerah-daerahbaru bagi persawahan.Oleh karenanya
sawah di Banten bertambah meluas sampai melewati daerah Serang
sekarang.Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah
tersebut,dibuatnya terusan-terusan dan bendungan-bendungan.Bagi persawahan
yang terletak disekitar kota,dibuatnya juga satu danau buatan yang disebut
Tasikardi.Air dari Sungai Cibanten dialirkan melalui terusan khusus ke danau
ini.Lalu dari sana dibagi ke daerah-daerah persawahan di sektarnya.Tasikardi
juga digunakanbagi penampungan air bersih bagi kebutuhan kota.Dengan melalui
pipa-pipa yang terbuat dari terakota,setelah dibersihkan/diendapkan air
tersebut dialirkan kekeraton dan tempat-tempat lain di dalam kota.Di
tengah-tengah danau buatan tersebut terdapat pulau kecil yang digunakan
untuk tempat rekreasi keluarga keraton.
Dari permaisuri Ratu Hadijah,Maulana Yusuf mempunyai dua orang anak yaitu
Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad.Sedangkan dari istri-istri
lainnya,baginda dikaruniai anak antara lain :Pangeran Upapati,Pangeran
Dikara,Pangeran Mandalika atau Pangeran Padalina,Pangeran Aria
Ranamanggala,Pangeran Mandura,Pangeran Seminingrat,Pangeran Dikara ,Ratu
Demang atau Ratu Demak,Ratu Pacatanda atau Ratu Mancatanda,Ratu Rangga,Ratu
Manis,Ratu Wiyos dan Ratu Balimbing
Pada tahun 1580, Maulana yusuf mangkat dan kemudian dimakamkan di
Pekalangan Gede dekat Kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya, Maulana
Yusuf diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran
Pasarean. Dan sebagai penggantinya diangkatlah puteranya yang bernama
Pangeran Muhammad
sumber : yahoogroups