3. Sultan Muhammad, Sultan Banten III (1580-1596 M)
Pada masa pemerintahannya sudah dikembangkan sistem cor dan tempa logam
dengan teknik metalurgi dalam membuat perhiasan dan persenjataan. Salah
satu episode penting dalam pemerintahannya tentang kedatangan kapal Belanda
tahun 1596 di Pelabuahn Banten dipimpin cornelis De Houtman.
Beliau diangkat ketika masih berusia 9 Tahun. Para Kadhi menyerahkan
perwaliannya kepada Mangkubumi. Pangeran Muhammad diangkat menjadi sultan
dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Ketika Maulana Muhammad
memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi semakin kuat dan ramai.
Orang-orang dapat melayari kota dengan menyusuri banyak sungai yang
terdapat di Banten.
Mulai dari pintu gerbang besar istana sampai luar, terdapat berbagai
bangunan : Made Bahan tempat tambak baya melakukan jaga, Made Mundu dan
Made gayam, Sitiluhur atau Sitinggil yang didekatnya terdapat bangunan
untuk gudang senjata dan kandang kuda kerajaan. Pakombalan yaitu tempat
penjagaan wong Gunung. Disebelah utara terdapat tempat perbendaharaan dan
disebelah barat berdiri masjid dengan menara disampingnya. Selanjutnya
terdapat suatu perkampungan yang disebut Candi raras yang diantaranya
terdapat bangunan-bangunan Made Bobot dan Made Sirap. disebelah timur Made
Bobot terdapat Mandapat yaitu suatu bangunan terbuka yang dipasangi meriam
Ki Jimat mengarah ke Utara. Dekat Srimanganti terdapat WaringinKurung dan
Watu Gilang. Ditepi sungai terdapat Panyurungan atau galangan kapal
kerajaan.
Dekat Panyurungan terdapat tonggak tempat mengikta gajah raja yang bernama
Rara Kawi. Disebelahnya terdapat jembatan besar dari kayu jati melintasi
sungai yang selanjutnya jalan raya dengan pagar kembar menuju ke arah utara
ke perbentengan. Perbentengan sebelah dalam atau Baluwarti Dalme disebut
Lawang Sadeni atau Lawang Saketeng yang disebelah baratnya berdiri pohon
beringin besar dan perbentengan Sampar lebu. (Halwany;Mudjahid
Chudari;”Masa lalu Banten”;1990:42)
Maulana Muhammad dikenal dengan sebagai seorang yang Shaleh. Untuk
kepentingan penyebaran agama Islam beliau banyak mengarang kitab agama yang
kemudian dibagikan kepada yang memerlukannya. Untuk sarana ibadat beliau
banyak membangun masjid sampai ke pelosok desa. beliau pun selalu menjadi
imam dan khatib pada shalat Jum’at dan Hari raya. masjid Agung pun
diperindah. Temboknya dilapisi porselen dan tiang atapnya dibuat dari kayu
cendana. Untuk para wanita disediakan tempat khusus yang disebut Pawestren
atau Pewadonan.
Peristiwa menarik pada masa Maulana Muhammad adalah peristiwa penyerbuan ke
Palembang. Penyerbuan ini bermula dari hasutan Pangeran Mas putera dari
Aria Pangiri. Pangeran Mas berkeinginan menjadi raja di Palembang. Maulana
Muhammad yang masih muda dan penuh semangat dihasutnya. Dikatakannya bahwa
Palembang dulunya adalah kekuasaan ayahnya sewaktu menjadi sultan di Demak.
Disamping itu dikatakannya pula bahwa rakyat Palebang saat itu masih banyak
yang kafir. Terdorong oleh darah muda dan semangat untuk memakmurkan Banten
dan mengembangkan agama Islam ke seluruh Nusantara, sultan pun dapat
dipengaruhinya. Saran Mangkubumi dan para pembesar istana lainnya tidak
diindahkan. Sehingga penyerbuan ke Palembangpun harus dilakukan.
Dengan 200 kapal perang berangkatlah pasukan Banten menuju Palembang.
pasukan ini dipimpin langsung oleh Maulana muhammad didampingi Mangkubumi
dan Pangeran Mas. Saat itu lampung, Seputih, dan Semangka (daerah-daerah
kekuasaan Banten) diperintahkan untuk mengerahkan prajuritnya menyerang
Palembang melalui darat. Pertempuran hebat terjadi di sungai Musi hingga
berhari-hari. Pasukan palembang nyaris dapat dipukul mundur. Tapi dalam
keadaan yang hampir berhasil itu, Sultan yang memimpin pasukan dari kapal
Indrajaldri tertembak oleh pasukan Palembang. Dan Sultan pun wafat dalam
pertempuran tersebut. Penyerangan tidak dilanjutkan, dan pasukan Banten
kembali tanpa hasil. Peristiwa gugurnya Sultan ini terjadi menuru
sangsakala Prabu Lepas tataning prang atau pada Tahun 1596 M.
Maulana Muhammad wafat pada Usia muda (kira-kira 25 Tahun). Beliau
meninggalkan seorang putera yang bernama Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir
yang baru berusia 5 Bulan dari permaisurinya (Ratu wanagiri, puteri dari
mangkubumi). Anak inilah yang nanti menggantikan dirinya. Setelah wafatnya,
Maulana Muhammad diberi gelar Pangeran Seda Ing Palembang atau Pangeran
Seda Ing Rana. Belai dimakamkan di serambi Masjid Agung. (Q)
4. Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir,
Sultan Banten IV (1596-1651 M)
Abul Mafakhir dinobatkan sebagai sultan ketika berusia 5 Bulan, sehingga
untuk melaksanakan roda pemerintahan ditunjuklah Mangkubumi Jayanagara
sebagai wali. Mangkubumu Jayanagara adalah juga yang pernah menjadi
Mangkubumi bagi Maulana Muhammad, sehingga kesetiannya pada Kesultanan
Banten tidaklah diragukan lagi. Mangkubumi ini adalah seorang tua yang
lemah lembut dan luas pengalamannya pada bidang pemerintahan. Selain
Mangkubumi ditunjuk pula seorang wanita tua yang bijaksana sebagai pengasuh
Sultan, yang bernama Nyai Embun Rangkun. Mangkubumi Jayanagara mangkat,
setelah 6 Tahun (1602) menjadi Mangkubumi bagi Sultan Abul Mafakhir, dan
jabatan Mangkubumi diserahkan kepada adiknya. Namun pada tanggal 17
Nopember 1602 dia dipecat karena kelakuanya dinilai tidak baik. Karena
perpecahan dan irihati para pangeran, maka diputuskan untuk tidak mengangkat
mangkubumi baru, dan untuk perwalian sultan diserahkan kepada ibunda sultan
Nyai Gede Wanagiri.
Tidak lama kemudian ibunda sultan menikah dengan seorang bangsawan keluarga
istana. dan atas desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai mangkubumi.
Namun mangkubumi yang baru ini tidak memiliki wibawa, bahkan sering
menerima suap dari pedagang-pedagang asing. Sehingga banyak peraturan yang
tidak dapat diterapkan di Banten. Situasi ini menimbulkan rasa tidak puas
dari sebagian pejabat istana yang akhirnya menimbulkan kerusuhan dan
kekacauan. Bahkan diantara para pangeran pun terjadi perselisihan, sebagian
lebih condong kepada para pedagang dari Portugis, sedang yang lainnya lebih
condong ke Belanda. Sedangkan antara Belanda da Portugis saat itu sedang
bermusuhan. wajar bila pertentangan ini mengakibatkan banyak kekacauan.
Pertentangan antar pangeran ini berlangsung berkepanjangan, sehingga pada
bulan Oktober 1604 terjadi peristiwa hebat, yang bermula dari tindakan
Pangeran Mandalika (Putera Maulana yusuf). Pangeran Mandalika menyita
perahu Jung dari Johor.Patih Mangkubumi meminta Pangeran Mandalika untuk
melepaskannya, namun perintah tersebut tidak dipatuhinya.
Untuk menjaga kalau-kalau pasukan kerajaan menyerang dirinya, maka Pangeran
Mandalika bergabung dengan pangeran-pangeran lainnya. Mereka membuat
pertahanan sendiri di luar kota. Makin lama kedudukan mereka makin kuat.
bahkan rakyatpun semakin simpati pada pasukan Pangeran Mandalika.
Pada bulan Juli 1605 datanglah Pangeran Jayakarta datang ke Banten untuk
menghadiri acara khitanan Sultan Muda. Pangeran Jayakarta datang dengan
membawa para pembesar kerajaan dan para pasukannya. Atas permintaan
Mangkubumi, Pangeran Jayakarta bersedia membantu menumpas para pemberontak.
Pangeran Jayakarta dengan dibantu pasukan dari Inggris dapat memukul mundur
para pemberontak. Tapi dengan diusirnya para pemberontak keadaan Banten,
bukannya semakin membaik malah semakin tegang. Puncak ketegangan terjadi
pada bulan Juli 1608.
Pada tanggal 23 Agustus 1608, Syahbandar dan sekretarisnya dibunuh oleh
perusuh. Tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 23 Oktober 1608, Patih
Mangkubumi dibunuhnya pula. Peristiwa inilah yang mempercepat terjadinya
kerusuhan di Banten yang dikenal dengan Peristiwa pailir. Selain peristiwa
Pailir , pada masa sultan Abul Mafakhir juga terjadi peristiwa Pagarage
atau Pacerebonan yang terjadi pada tahun 1650. Peristiwa ini terjadi
bermula dari kedatangan pasukan dari Cirebon yang akan menyerbu Banten.
Peristiwa pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan dari Kesultanan banten.
Sultan Abul Mafakhir mempunyai putera : Pangeran Pekik (Sultan Abul Maa’li
Akhmad) yang wafat setelah peristiwa Pagarage (1650),makamnya terletak di
desa Kanari. Ratu Dewi, Ratu Mirah, Ratu Ayu, dan Pangeran Banten.
Sultan Abul Maa’li Akhmad (dari perkawinannya dengan Ratu Marta Kusumah
puteri Pangeran Jayakarta) memiliki putera : Ratu Kulon, Pangeran Surya,
Pangeran Arya Kulon, Pangeran Lor dan pangeran Raja. Dari perkawinannya
dengan Ratu Aminah (Ratu Wetan) Sultan memiliki putera: Pangeran Wetan,
Pangeran Kidul, Ratu Inten, dan Ratu Tinumpuk. Sedangkan dari isterinya
yang lain, sultan memiliki putera : Ratu Petenggak, Ratu Wijil, Ratu
Pusmita, Pangeran Arya Dipanegara (Tubagus Abdussalam/Pangeran
Raksanagara), Pangeran Arya Dikusuma(Tubagus Abdurahman/Pangeran
Singandaru)
Sultan Abul Mafakhir mangkat pada tanggal 10 Maret 1651. Jenazahnya
dimakamkan di Kanari, dekat makam puteranya (Abul Ma’ali Akhmad). Sebagai
penggantinya diangkatnya cucunya (Putera dari Abul Ma’ali Akhmad), yaitu
Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya Sebagai Sultan Banten V.