NGGOLEKI SUSUHING ANGIN

Bagikan postingan

Kalau kita diminta oleh guru spiritual (Guru Mursyid) untuk mencari sarang angin, apa yang akan Anda kerjakan? Mungkin kita akan kebingungan, apa sih maksudnya? Lalu tidak mengerjakan apapun. Atau, mungkin kita akan pergi ke sebuah pantai atau gunung yang tinggi yang kita rasa banyak terdapat anginnya, sama persis ketika Bima Sena mendapat perintah untuk mencari Kayu Gung Susuhing Angin ( Kayu Besar tempat Angin bersarang) dari Resi Drona bapak gurunya. Bima si gagah berani pergi ke lepas pantai, bahkan masuk hingga dasar laut demi mendapatkan sarang angin. Berhasilkah Bima? Tidak. Karena sarang angin tidak berada dimana mana.

Didalam ajaran Falsafah jawa mengatakan: ”Jika kamu memiliki cita cita (kajeng) yang besar (Agung), carilah itu lewat pusat pernapasanmu!”. Kalau boleh saya artikan maksud dari falsafah jawa tersebut: ” Jika kamu ingin doanya diijabahi oleh Alloh, maka sebelum melakukan sesuatu terlebih dahulu harus mendapatkan restu dari seorang Guru Mursyidmu ”

Sebetulnya ” sarang angin ” itu sendiri adalah sebuah senjata pamungkas yang diberikan oleh Alloh kepada manusia, cuman banyak diantara kita yang tidak tahu cara menggunakannya tanpa petunjuk dari seorang Wali Mursyid. Bagi yang sudah tahu selamat bertawajuh.

Ada masa-masa ketika manusia terjebak pada konotasi leksikal. Apa yang didengar diterjemahkan apa adanya, dan itu pun menurut kehendak logika. Padahal sarang angin yang dimaksud oleh para guru spiritual adalah pusat pernapasan, sesuatu yang sudah ada dan menyatu di dalam diri kita

Angin dalam hal ini adalah disymbolkan dari roh. Maka mencari sarang angin adalah mencari tempat bersemayamnya angin / pusatnya angin berada di jantung kita. Tempat persemayaman roh hanya bisa digapai ketika kita mau masuk dan ‘slulup’ (menyelam) ke dalam roh kita sendiri, yaitu menutup lubang sembilan (Panca Indra) menjadi satu yang berpusat pada qolbu ruhani, bukan qolbu jasmani sehingga yg ada hanya rasa (dzauq) kita yang selalu berdzikir dan ingat Alloh tak mengenal waktu, kondisi, tempat itulah hakikat hidup kita.

Pusat pernapasan yang lebih banyak terlupakan dari pada diingat. Itulah yang diminta oleh para guru ruhani untuk ditemukan dan diisi dengan dzikir. Selanjutnya kita dituntut untuk menggunakan kecerdasan spiritual untuk mengolah setiap pesan dari Guru Mursyid, yang datang lewat qolbu kita yang telah dibersihkan dengan alat dzikir.

Bagaimana caranya? segera ambil talqin dzikir dari Wali Murysid, disinilah pangkal awalnya manusia mengetahui seluk beluk bangsa ruhani, ia akan bisa membedakan mana bangsa roh, hawa nafsu, angan-angan, keinginan atau bisikan-bisakan hati.

Kemungkinan ia akan dibimbing oleh Guru Mursyidnya secara ruhani sehingga ia mengetahui hakikat rohnya, ia tidak akan bingung dan was-was ketika berdzikir, ia akan mengetahui arah qiblatnya, ia akan mengetahui jalanya roh, nyawa dan rasa, ia akan mematuhi segala perintah dan melaksanakannya ketika didalam qolbunya mendapatkan limpahan karunia semisal berupa bisikan suara didalam qolbunya. Ia bisa membedakan mana-mana suara hawa nafsu dan mana suara ilahiyah.

Guru Mursyid-lah yang membimbing muridnya, tidak hanya lewat jasmani tetapi juga lewat ruhani. Biasanya Sang Guru Mursyid mengirim sinyal-sinyal pesan kedalam qolbu si murid. Bagi si murid yang selalu menjaga qolbu dari selain Alloh, maka sinyal-sinyal pesan itu akan diterima dengan begitu jelas dan tidak samar lagi. Jangan heran jika ada seorang Murid yang mengetahui sesuatu perkara yang besar, karena dia mendapatkan limpahan anugerah dari Guru Mursyidnya lewat qolbunya.

Dia akan mengetahui dan mengenali Gurunya walaupun Guru Ruhaninya telah berganti Busana . Tidak ada masalah wadahnya (busananya) itu siapa, tapi ia tahu isinya itu siapa? Beruntunglah seorang murid yang mengenali sinyal atau pesan yang dikirim oleh Gurunya. Semoga kita dibukakan dan diberi anugerah oleh Alloh lewat barokah dari Guru kita, sehingga kita dapat mengetahui pesan-pesan atau sinyal-sinyal dari Guru Kita.

Comments are closed.